Entri Populer

Senin, 23 Maret 2009

Selamatkan Bumi dengan Cara Mengurangi Jumlah Kebutuhan Sampah

Sampah plastik membawa permasalahan tersendiri, saat saya pertama kali tahu bahwa plastik memakan waktu ratusan tahun untuk musnah, saya sering merenung dalam permenungan tersebut saya berfikir orang ”gila” mana menciptakan sesuatu yang tak musnah ratusan tahun tapi masa penggunaannya hanya dalam skala jam bahkan detik. Bungkus permen yang hanya bertahan sepuluh detik di tangan, lalu masuk tong sampah, ditimbun di tanah dan baru hancur setelah si pemakan permen menjadi fosil. Sukar membayangkan memang, apa jadinya hidup ini tanpa plastik, tanpa cat, tanpa deterjen, tanpa karet, tanpa mesin, tanpa bensin, tanpa fashion dan lain sebagainya. Ataukah terkadang kita berpikir bahwa dunia ini diciptakan untuk dirusak supaya ada penciptaan baru? Saya mulai merefleksikan hal ini : Apakah kita sudah tahu tapi terus sengaja merusaknya?, apakah kita memang benar tidak paham dan tidak tahu?, mungkinkah kita tahu semua itu tetapi tidak tahu harus berbuat apa? ataukah kita tidak mau untuk diajak tahu dan tidak dilatih untuk tahu ? Semua itu tergantung pemahaman seseorang dan kematangan intelektualitas seseorang untuk memahaminya.

Sekarang semua orang serba konsumtif dan kapitalisasi masuk kedalam semua elemen masyarakat. Orang hanya akan berpikir sejauh mana orang berkembang dan mencari untung sebanyak-banyaknya. Untuk menekan biaya produksi, produsen menggunakan barang-barang murah dan tidak memperhatikan kelestarian alam. Steofom banyak digunakan sebagai pengganti bungkus makanan. Banyak ditemui steofom sehari-hari, lalu apakah kita berpikir ke mana kemasan sterofoam yang membungkus nasi rames, pop mie, dan sebagainya. Berapa banyak pohon yang ditebang untuk koran yang kita baca setengah jam saja, beban polutan yang diemban baju-baju yang sering kita beli. Kita jarang berpikir dalam mengambil tindakan yang berorientasi pada kelestarian lingkungan sekitar. Sulit rasanya bahwa apa yang kita perbuat nantinya bisa menyelamatkan bumi atau tidak. Sangat manusiawi bila kita terjebak dalam kondisi itu. Untuk aktivitas harian yang kita lewatkan tanpa berpikir, yang sederhana saja pernahkah kita berhitung bahwa untuk hidup 24 jam kita bisa menghabiskan sumber daya alam ini berkali-kali lipat berat tubuh kita sendiri.

Saatnya kita membuka diri akan pengetahuan hidup kita. Kita harus mempunyai wawasan global dan bertindak demi penyelamatan bumi. Memang kita tidak bisa menyelamatkan bumi sendirian akan tetapi kita dapat melakukan sesuatu dari yang kecil dahulu. Kita harus membangun konsep berpikir kita bahwa kita harus berpikir global tetapi dengan tindakan lokal. Think globally act locally. Melihat parahnya akibat dari tindakan kita selama ini terhadap bumi yang kita diami selama ini mungkin kita akan menyesal dan mencoba untuk mengontrol tindakan-tindakan kita. Ataukah kita akan menjadi manusia cengeng yang terus meratapinya dan tidak berbuat apa-apa. Hadirnya globalisasi dalam kehidupan ini menjdikan kita banyak tahu sebab dan akibat dari apa yang manusia lakukan. Kita bisa frustrasi karena terjepit dalam ketergantungan gaya hidup yang tak bisa dikompromi, kita bisa juga semakin apatis karena tidak mau pusing. Yang jelas, sesungguhnya ini adalah pengetahuan yang sudah saatnya dibuka. Dalam dunia pendidikan saatnya dibuka wawasan tentang kondisi bumi dan akibat perilaku buruk manusia terhadap kelangsungan atau daya dukung bumi. Dalam pembelajaran ilmu alam, selain belajar penampang daun dan membedah jantung katak, dapat dibuat lebih empiris dengan mempelajari hulu dan hilir dari benda-benda yang kita konsumsi, sehingga tanggung jawab akan alam ini telah disosialisasikan sejak kecil. Pernahkah kita merenung, saat kita memasuki FO (Factory Outlet) empat lantai, mall, atau pasar di mana ada lautan pembeli yang selalu mengejar barang-barang konsumtif demi kepuasan lahir atau trend belaka.Sadarkah mereka bahwa semua baju dan barang-barang itu membawa dampak bagi lingkungan atau mengandung polutan bagi lingkungan, akan tetapi kenapa barang-barang ini tidak ada habisnya diproduksi. Setiap hari selalu ada jubelan pakaian baru yang menggelontori mall, FO, atau pasar !!! sungguh ironis dan semua itu adalah hasil dari perilaku manusia. Ya, kita menciptakan sampah yang terbungkus rapi sangat indah dan bak harta karun dunia. Pernahkah kita merenung, saat kita memasuki hypermarket dan melihat ratusan macam biskuit, ratusan varian mie instan, dan ratusan merk sabun, apakah itu dapat memanusiawikan manusia atau malah sebaliknya.
Sekarang saatnyalah kita berbuat yang terbaik untuk bumi, kita tidak perlu muluk-muluk atau berbuat demi kelangsungan hidup manusia akan tetapi yang kita perlukan adalah berbuat dari yang terkecil mulai dalam diri sendiri. Kita berbuat yang sederhana saja asalkan tindakan tersebut mempunyai visi demi kelestarian alam. Marilah kita menyadari bahwa apa yang kita inginkan sesungguhnya jauh melebihi apa yang kita butuhkan. Jangan mengobral atau mengumbar nafsu atau keinginan ragawi yang ujungnya pada perilaku konsumtif. Permaslahan yang muncul adalah mampu dan sanggupkah kita untuk menghilangkan atau memutus rantai dari bermacam-macam polutan tersebut atau setidaknya mengurangi demi bumi kita ini. Bukan berarti kita kembali pada jaman prasejarah atau jaman dinosaurus akan tetapi kita wajib memikirkan barang atau kebutuhan apa yang kita gunakan ini setidaknya ramah bagi lingkungan. Beranikah kita menciptakan suatu produk yang dapat didaur ulang atau setidaknya berteriak lantang mengenai kerusakan yang disebabkan ulah para kapitalis itu. Inilah yang dikatakan butuh proses dari kita semua, marilah kita renungkan itu demi kelestarian bumi kita.

Bertindaklah dari dalam diri sendiri dulu untuk menyelamatkan bumi
Untuk menyelamatkan lingkungan kita tidak dibutuhkan omong yang besar atau konsep yang muluk akan tetapi lebih baik kalau kita berani memulainya dari dalam diri saat ini. Pola perilaku akan seirama dengan kebutuhan hidup kita. Semakin kita berpikiran untuk memenuhi hasrat duniawi kita maka akan semakin banyak kita menyumbangkan polutan dibumi ini. Pernahkah kita berpikir bahwa kebutuhan hidup kita dapat terpenuhi oleh alam sekitar atau sumbangan alam terhadap kebutuhan kita apakah besar? Jawabannya adalah sangat besar, Tuhan menciptakan umatNya disertai dengan ketersediaan kebutuhan untuk manusia. Makanan, obat-obatan dan lain sebagainya, kalau kita berani kembali pada alam ” back to nature ” maka semakin sedikit polutan yang kita hasilkan. Permasalahan yang pokok adalah bagaimana dengan pakaian atau fashion kita, apakah kita tidak pakai baju atau tubuh hanya ditutupi dengan dedaunan. Tentunya tidak, kita tetap pakai baju dan tetap mengikuti model. Dewasa ini banyak orang menghendaki untuk tampil sempurna apalagi pekerjaan yang mengharuskan banyak orang tampil dimuka umum. Tentunya kebutuhan akan pakaian sangat tinggi, akan tetapi kalau kita bisa mengatur dengan baik maka tidak mustahil bahwa tindakan kita sedikit mereduksi tentang masalah lingkungan.
Kita bisa membuat komitmen dengan lemari pakaian, yakni baju yang kita miliki tidak boleh melebihi kapasitas lemari, jika lebih maka harus ada yang dikeluarkan. Kita bisa membatasi jumlah lemari baju di kamar kita, sehingga kita tidak terjebak dalam perilaku koleksi baju yang ujung-ujungnya tidak pernah dipakai. Sebenarnya tidak cuma baju akan tetapi juga buku, pernak-pernik, alat dapur dan sebagainya. Gunakan yang seperlunya dan jika dirasa tidak perlu tidak usah membeli. Kita harus berani membuat komitmen untuk membatasi diri dari barang-barang yang menghasilkan polutan tinggi. Marilah kita mawas diri dengan aneka pilihan kebutuhan hidup kita.
Beranikan diri kita untuk membuka informasi yang seluas-luasnya tentang lingkungan, global warming, perubahan iklim dan sebagainya. Kiata perlu tahu bahwa pengetahuan dan pendidikan ekologi sangat penting bagi perkembangan hidup kita.

Pilihlah pola hidup yang sederhana
Pola hidup menjadi penyumbang terbesar dalam kerusakan ekologis, memang didunia yang serba canggih ini hidup tidak mudah. Godaan datang dari mana-mana termasuk godaan untuk berperilaku konsumtif. Utuk itu marilah kita mempelajari setiap jengkal dari proses kehidupan ini. Pilihlah pola hidup yang sederhana dengan memperhatikan aspek lingkungan. Kembalilah pada alam dan jangan biasakan untuk selalu menikmati hidup berdasar pada satu kebutuhan saja. Hidup dengan tempo yang lebih sederhana dan dengan penuh kesadaran, maka kita akan mudah untuk mawas diri dan mengendalikan segala perilaku kita. Jangan melulu berorientasi pada hasil industri dalam pemenuhan kebutuhan hidup, kita bisa menyelengarakan dan memenuhi kebutuhan kita hanya dari alam semesta. Renungkanlah sejenak apa yang sudah kita lakukan selama ini, diamlah sebentar dan ubah arah hidup kita yang selama ini sudah melenceng. Marilah kita memotong lingkaran setan dari kerusakan alam yang dimulai dari hidup kita. Lawanlah segala keinginan duniawi yang konsumtif dan mulailah sekarang untuk menatap lingkungan yang sehat, asri dan umur bumi akan semakin panjang.


salam lingkungan Martinus eko

Kamis, 26 Februari 2009

Jadikan lingkungan hidup bernilai

Saat saat yang indah di dunia yang tercinta dengan penuh banyak anugerah dari Tuhan YME karena berkat dan kasih Nya kita dapat menikmati keindahan bumi kita saat ini. Namun, saat ini, bumi kita di ibaratkan seorang manusia yang terkena sakit keras dan dalam keadaan koma. Mengapa?, ya karena kegiatan manusia itu sendiri, yang banyak merusak lingkungan, seperti membuang sampah di sembarang tempat, illegal logging, membakar sampah/ menimbulkan polusi ,dll.
Kegiatan manusia memang tidak bisa terlepas dari lingkungan kehidupan manusia itu sendiri, namun manusia juga tidak bisa lepas dari perilaku buruknya terhadap lingkungan, yaitu mengotori lingkungan dan mengubah lingkungan yang dulunya asri,bersih menjadi sesuatu yang tidak berguna.
Memang, pemerintah sudah memberikan sebuah instruksi mengenai PP (peraturan pemerintah) tentang lingkungan hidup dan pemanfaatanya, hingga membahas mengenai masalah hukuman dan denda yang harus di bayarkan jika kita ketahuan melakukan hal yang merusak lingkungan. Nah pemerintah akan memberlakukan PP itu jika pemerintah mengetahui ada subyek yang merusak lingkungan, namun bagaimana dengan yang merusak lingkungan dan yang tidak diketahui? Pasti bahagia para pelanggar lingkungan oleh pemerintah bisa dikenakan denda sebesar Rp. 200.000.000,- dan itu bukan harga yang sedikit bagi pelanggar lingkungan.
Oleh karena itu, jika tidak ingin membayar denda sebesar itu yang bisa menjadi uang muka (DP) sebuah rumah menengah, maka janganlah merusak lingkungan kita, lakukan salah satu kegiatan yang menjadikan lingkungan kita asri dan kita menjadi sosok yang ramah lingkungan yaitu melaksanakan 3R Reuse, Reduce, Recycle. Yaitu kegiatan di mana kita menggunakan barang bekas untuk dijadikan sesuatu dalam kegiatan kehidupan kita, seperti jika ada kaleng susu bisa kita manfaatkan untuk pot bunga lalu kalau ada bungkus sabun / mie instan kita juga bisa memanfaatkan dengan cara menjahit, dan masih banyak lagi.
Seperti kita saaat ini, untuk menjadi sebuah generasi yang ramah lingkungan atau environmental friendly generation maka, berusahalah menjadikan diri kita berguna bagi sesama dan lingkungan alam kita. Seperti saat ini, jika di kalangan kita ada sebuah perkumpulan yang berusaha untuk menyelamatkan lingkungan, jangan kita singkirkan hal hal seperti itu. Mengapa? Karena perkumpulan itu sudah berusaha untuk menyelamatkan lingkungan dari sebuah bencana yang biasanya banyak di tuliskan diposter atau diteriakkan pada waktu bumi sudah sekarat dengan global warming sehingga banyak kegiatan yang mendukung terjadinya sebuah lingkungan hidup yang asri dan segar
Janganlah kita sembarangan membuang sampah walaupun kita menganggap diri sebagai manusia yang sibuk. Ingat bahwa sungai atau pun tempat yang lain sangat berharga bagi kehidupan kita. Mari kita lakukan semua hal yang mendukung untuk menyelamatkan lingkungan, dan pasti jika kita baik pada semua maka Tuhan akan selalu mencatat apa yang kita lakukan baik pada sesama maupun pada lingkungan karena setiap makhluk hidup adalah ciptaanNya. SO…… SAVE OUR WORLD…..NOW..

Hariis 9D-14 2009
Lingkungan hidup
Lingkungan hidup dapat didefinisikan sebagai:
Daerah di mana sesuatu mahluk hidup berada.
Keadaan/kondisi yang melingkupi suatu mahluk hidup.
Keseluruhan keadaan yang meliputi suatu mahluk hidup atau sekumpulan mahluk hidup, terutama:
Kombinasi dari berbagai kondisi fisik di luar mahluk hidup yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan mahluk hidup untuk bertahan hidup.
Gabungan dari kondisi sosial and budaya yang berpengaruh pada keadaan suatu individu mahluk hidup atau suatu perkumpulan/komunitas mahluk hidup.
Istilah lingkungan dan lingkungan hidup atau lingkungan hidup manusia seringkali digunakan silih berganti dalam pengertian yang sama.
Apabila lingkungan hidup itu dikaitkan dengan hukum/aturan pengelolaannya, maka batasan wilayah wewenang pengelolaan dalam lingkungan tersebut harus jelas
Definisi Lingkungan Hidup Indonesia
Lingkungan hidup bagi bangsa Indonesia tidak lain merupakan Wawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya.
Secara hukum maka wawasan dalam menyelenggarakan penegakan hukum pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
Persetujuan Internasional Tentang Lingkungan Hidup
Indonesia termasuk dalam perjanjian: Biodiversitas, Perubahan Iklim, Desertifikasi, Spesies yang Terancam, Sampah Berbahaya, Hukum Laut, Larangan Ujicoba Nuklir, Perlindungan Lapisan Ozon, Polusi Kapal, Perkayuan Tropis 83, Perkayuan Tropis 94, Dataran basah, Perubahan Iklim - Protokol Kyoto (UU 17/2004), Perlindungan Kehidupan Laut (1958) dengan UU 19/1961.
Masalah lingkungan hidup di Indonesia
Bahaya alam: banjir, kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, gunung berapi, kebakaran hutan, gunung lumpur, tanah longsor,limbah industri, limbah pariwisata, limbah rumahsakit.
Masalah Lingkungan hidup di Indonesia saat ini: penebangan hutan secara liar/pembalakan hutan; polusi air dari limbah industri dan pertambangan; polusi udara di daerak perkotaan (Jakarta merupakan kota dengan udara paling kotor ke 3 di dunia); asap dan kabut dari kebakaran hutan; kebakaran hutan permanen/tidak dapat dipadamkan; perambahan suaka alam/suaka margasatwa; perburuan liar, perdagangan dan pembasmian hewan liar yang dilindungi; penghancuran terumbu karang; pembuangan sampah B3/radioaktif dari negara maju; pembuangan sampah tanpa pemisahan/pengolahan; semburan lumpur liar di Sidoarjo, Jawa Timur